Total Tayangan Halaman

Selasa, 01 Maret 2011

Induksi - Deduksi


DEDUKSI DAN INDUKSI

A.    INDUKSI
Induksi adalah cara mempelajari sesuatu yang bertolak dari hal-hal atau peristiwa khusus untuk menentukan hukum yang umum (Kamus Umum Bahasa Indonesia, hal 444 W.J.S.Poerwadarminta. Balai Pustaka 2006)
Induksi merupakan cara berpikir dimana ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual. Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum (filsafat ilmu.hal 48 Jujun.S.Suriasumantri Pustaka Sinar Harapan. 2005)
Berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Hukum yang disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti. Generalisasi adalah bentuk dari metode berpikir induktif. (www.id.wikipedia.com)
Berdasarkan definisi di atas induksi adalah cara berfikir untuk menarik kesimpulan yang bersifat umum dari kasus-kasus yang bersifat individual. Penalaran ini dimulai dari kenyataan-kenyataan yang bersifat khusus dan terbatas diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum. Seperti:
Kucing membutuhkan makanan
Sapi membutuhkan makanan
Gajah  membutuhkan makanan
Manusia membutuhkan makanan
Jadi, semua makhluk hidup membutuhkan makanan
Cara penilaian ini mempunyai dua keuntungan. Pertama, kita dapat berpikir secara ekonomis. Meskipun eksperimen kita terbatas pada beberapa kasus individual, kita bisa mendapatkan pengetahuan yang lebih umum tidak sekedar kasus yang menjadi dasar pemikiran kita. Untuk mendapatkan pengetahuan bahwa: semua makhluk hidup membutuhkan makanan, kita tidak usah membuat penyelidikan terhadap setiap makhluk hidup, tetapi cukup sebagian daripadanya. Kedua, penyataan yang dihasilkan melalui cara berpikir induksi tadi memungkinkan proses penalaran selanjutnya, baik secara induktif maupun secara deduktif. Secara induktif kita dapat menyimpulkan pernyataan tadi kepada pernyataan yang lebih umum lagi. Melanjutkan contoh tadi dari pernyataan yang lebih umum lagi. Melanjutkan contoh tadi dari pernyataan “semua makhluk hidup membutuhkan makanan”, dapat ditarik kesimpulan bahwa semua semua makhluk hidup membutuhkan makanan.
Coba perhatikan, bagaimana kita dapat menyimpulkan bahwa semua benda akan jatuh jika dilepaskan dari ketinggian tertentu? Pertama, kita ambil botol lalu melepaskannya. Botol tersebut jatuh. Kemudian kita melakukan hal yang sama dengan pensil, sandal, batu, kelereng, topi, dan apel. Ternyata semuanya juga jatuh. Dari berbagai percobaan ini, kita dapat menyimpulkan bahwa “semua benda akan jatuh jika dilepaskan dari ketinggian tertentu”. Apakah dapat dipastikan bahwa benda-benda lain pasti akan jatuh jika dilepaskan pada ketinggian tertentu? Tidak. Kita hanya dapat mengatakan bahwa kemungkinan besar benda tersebut akan jatuh juga. Demikianlah cara kita mengenal hukum-hukum alam pada kegiatan sehari-hari, yaitu dengan cara induksi. Hal ini sesuai dengan sifat induksi yang spekulatif.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata 'spekulasi' dapat berarti : 'suatu hal yang masih dalam perkiraan ... ', bisa juga 'belum dapat dipastikan kebenarannya ... '. Spekulatif adalah dugaan bersifat sementara,yang kemungkinan akan berubah lagi sesuai perkembangaan..
Dari sejumlah eksperimen yang sudah dilakukan tersebut di atas, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa semua benda akan jatuh jika dilepaskan dari ketinggian tertentu. Kita hanya dapat meyakini bahwa hipotesis tersebut kemungkinan besar sesuai dengan hasil pengamatan pada eksperimen di waktu mendatang.
Dengan penggunaan metode induksi sebagai dasar pola berpikir saintifik, berarti masih terdapat kemungkinan bahwa seluruh pengetahuan pada sains adalah salah! Kalau begitu, apakah yang kita pelajari saat ini adalah kesia-siaan belaka? Tentu tidak. Memang benar bahwa kita tidak dapat memastikan bahwa suatu teori/hipotesis itu benar, namun kita dapat memastikan bahwa teori/hipotesis itu belum salah. Ini adalah landasan berpikir saintifik. Selama masih belum ditemukan kesalahan teori tersebut, maka teori tersebut akan selalu dianggap benar.

B.     DEDUKSI
Latar belakang adanya Penalaran deduktif dikembangkan oleh Aristoteles, Thales, Pythagoras, dan para filsuf Yunani lainnya dari Periode Klasik (600-300 SM.). Aristoteles, misalnya, menceritakan bagaimana Thales menggunakan kecakapannya untuk mendeduksikan bahwa musim panen zaitun pada musim berikutnya akan sangat berlimpah. Karena itu ia membeli semua alat penggiling zaitun dan memperoleh keuntungan besar ketika panen zaitun yang melimpah itu benar-benar terjadi.  Penalaran deduktif tergantung pada premisnya. Artinya, premis yang salah mungkin akan membawa kita kepada hasil yang salah, dan premis yang tidak tepat juga akan menghasilkan kesimpulan yang tidak tepat.
Deduksi berasal dari bahasa Inggris deduction yang berarti penarikan kesimpulan dari keadaan-keadaan yang umum, menemukan yang khusus dari yang umum, lawannya induksi (Kamus Umum Bahasa Indonesia hal 273 W.J.S.Poerwadarminta. Balai Pustaka 2006)
Deduksi adalah cara berpikir dimana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola berpikir yang dinamakan silogismus. Silogismus disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. (Filsafat Ilmu.hal 48-49 Jujun.S.Suriasumantri Pustaka Sinar Harapan. 2005)
Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus. (www.id.wikipedia.com).
Jadi, deduksi adalah kegiatan berpikir merupakan kebalikan dari penalaran induksi. Deduksi adalah cara berpikir dari pernyataan yang bersifat umum, menuju kesimpulan yang bersifat khusus penalaran yang membangun atau mengevaluasi argumen deduktif. Argumen dinyatakan deduktif jika kebenaran dari kesimpulan ditarik atau merupakan konsekuensi logis dari premis-premisnya. Argumen deduktif dinyatakan valid atau tidak valid, bukan benar atau salah. Sebuah argumen deduktif dinyatakan valid jika dan hanya jika kesimpulannya merupakan konsekuensi logis dari premis-premisnya.
Seperti:
Semua makhluk hidup membutuhkan makanan
Badak  adalah makhluk hidup
Jadi badak membutuhkan makanan
Dengan penalaran induktif kita mendapat pengetahuan bahwa semua makhluk hidup membutuhkan makanan. Dengan penalaran deduktif kita mendapat pengetahuan yang terpercaya, bahwa makhluk hidup membutuhkan makanan, meskipun pengetahuan ini kita dapatkan tidak melalui penelitian lebih dahulu. Inilah keuntungan cara berpikir deduktif.
Tabel di bawah ini menunjukkan beberapa ciri utama yang membedakan penalaran induktif dan deduktif.
Deduktif
Induktif
Jika semua premis benar maka kesimpulan pasti benar
Jika premis benar, kesimpulan mungkin benar, tapi tak pasti benar.
Semua informasi atau fakta pada kesimpulan sudah ada, sekurangnya secara implisit, dalam premis.
Kesimpulan memuat informasi yang tak ada, bahkan secara implisit, dalam premis.

Jadi antara penalaran deduktif dan induktif  mempunyai hubungan yang erat. Mula-mula orang menggunakan penalaran induktif untuk mendapatkan penyataan yang bersifat umum. Pernyataan umum ini menjadi dasar pemikiran induktif. Dengan deduksi kita dapat mengetahui pengetahuan baru yang dicakup oleh pernyataan induktifnya.
Penalaran deduktif memberlakukan prinsip-prinsip umum untuk mencapai kesimpulan-kesimpulan yang spesifik, sementara penalaran induktif menguji informasi yang spesifik, yang mungkin berupa banyak potongan informasi yang spesifik, untuk menarik suatu kesimpulan umum. Dengan memikirakan fenomena bagaimana apel jatuh dan bagaimana planet-planet bergerak, Isaac Newton menyimpulkan teori daya tarik. Pada abad ke-19, Adams dan LeVerrier menerapkan teori Newton (prinsip umum) untuk mendeduksikan keberadaan, massa, posisi, dan orbit Neptunus (kesimpulan-kesimpulan khusus) tentang gangguan (perturbasi) dalam orbit Uranus yang diamati (data spesifik).
Perbedaan dasar di antara keduanya dapat disimpulkan dari dinamika deduktif tengan progresi secara logis dari bukti-bukti umum kepada kebenaran atau kesimpulan yang khusus; sementara dengan induksi, dinamika logisnya justru sebaliknya. Penalaran induktif dimulai dengan pengamatan khusus yang diyakini sebagai model yang menunjukkan suatu kebenaran atau prinsip yang dianggap dapat berlaku secara umum.
Pengetahuan yang benar dapat menggunakan dua metode ini secara cermat dan kritis. Pengembangan pengetahuan semata-mata mengantungkan penalaran induksi akan sangat lambat dan boros. Sebaliknya deduksi meminta jasa induksi dalam menggunakan dasar pemikirannya.

Tidak ada komentar: