Total Tayangan Halaman

Selasa, 01 Maret 2011

ILMU LOGIKA ATAU ILMU PENALARAN


ILMU LOGIKA/ILMU PENALARAN

A.   Pengertian Ilmu Logika

Ilmu Logika merupakan suatu istilah yang terdiri atas dua kata: ilmu dan logika. Secara harfiah, ilmu bermakna ‘pengetahuan atau kepandaian, baik tentang segala yang masuk jenis kebatinan maupun yang berkenaan dengan keadaan alam dsb.’ (Pusat Bahasa, 2006)

Menurut SURIASUMANTRI (1985), logika adalah pengkajian untuk berpikir secara sahih.

MUNDIRI (2000) membatasi logika sebagai ilmu yang mempelajari metode dan hukum-hukum yang digunakan untuk membedakan penalaran yang betul dari penalaran yang salah (diambil dari definisi Irving M. Copi)

Jadi, berdasar definisi-definisi ini logika adalah suatu ilmu yang mempelajari cara berpikir tentang segala yang termasuk kebatinan maupun keadaan alam untuk membedakan penalaran yang betul atau berpikir secara benar dan sahih.

MUNDIRI (2000) mengemukakan bahwa yang pertama kali menggunakan kata logika adalah Zeno dari Citium. Kaum Sofis, Socrates, dan Plato tercatat sebagai tokoh-tokoh yang ikut merintis lahirnya logika. Logika lahir sebagai ilmu atas jasa Aristoteles, Theoprostus, dan Kaum Stoa. Logika dikembangkan secara progresif oleh bangsa Arab dan kaum muslimin pada Abad II Hijriyah. Logika menjadi bagian yang menarik perhatian dalam perkembangan kebudayaan Islam. Namun, juga mendapat reaksi yang berbeda-beda. Sebagai contoh, Ibnu Salah dan Imam Nawawi mengatakan haram mempelajari logika, Al-Ghazali menganjurkan dan menganggap baik, sedangkan Jumhur Ulama membolehkan bagi orang-orang yang cukup akalnya dan kokoh imannya.
Logika adalah sebuah cabang filsafat yang praktis. Praktis disini berarti logika dapat dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Logika lahir bersama-sama dengan lahirnya filsafat di Yunani. Dalam usaha untuk memasarkan pikiran-pikirannya serta pendapat-pendapatnya, filsuf-filsuf Yunani kuno tidak jarang mencoba membantah pikiran yang lain dengan menunjukkan kesesatan penalarannya.
Logika digunakan untuk melakukan pembuktian. Logika mengatakan yang bentuk inferensi yang berlaku dan yang tidak. Secara tradisional, logika dipelajari sebagai cabang filosofi, tetapi juga bisa dianggap sebagai cabang matematika. logika tidak bisa dihindarkan dalam proses hidup mencari kebenaran
Logika mempelajari hukum-hukum, patokan-patokan dan rumus-rumus berpikir. Psikologi juga membicarakan aktivitas berpikir, karena itu kita hendaklah berhati-hati melihat persimpangannya dengan logika. Psikologi mempelajari pikiran dan kerjanya tanpa menyinggung sama sekali urusan benar salah. Sebaliknya urusan benar dan salah menjadi masalah pokok dalam logika. Logika tidak mempelajari cara berpikir dari semua ragamnya, tetapi pemikiran dalam bentuk yang paling sehat dan praktis. Banyak jalan pemikiran kita dipengaruhi oleh keyakinan, pola berpikir kelompok, kecenderungan pribadi, pergaulan dan sugesti. Juga banyak pemikiran yang diungkapkan sebagai luapan emosi seperti caci maki, kata pujian, atau pernyataan kekaguman dan keheranan . dan ada juga pemikiran yang diungkapkan dengan argument yang secara selintas kelihatan benar untuk memutarbalikan kenyataan dengan tujuan memperoleh keuntungan pribadi maupun golongan.
Logika menyelidiki, menyaring dan menilai pemikiran dengan cara serius dan terpelajar serta bertujuan mendapatkan kebenaran terlepas dari segala kepentingan dan keinginan perorangan. Ia merumuskan serta menerapkan hukum-hukum dan patokan-patokan yang harus ditaati agar manusia dapat berpikir benar, efisien, dan teratur. Dengan demikian ada dua objek penyelidikan logika, pertama, pemikiran sebagai objek material dan, kedua, patokan-patokan atau hukum-hukum berpikir benar sebagai objek formalnya.
Lantas, mungkinkah kita mempelajari barang ghaib yang disebut pikiran itu? Manusia bukanlah wujud spiritual murni, tetapi merupakan perpaduan antara wujud  jasmani dan rohani. Karena itu ia memerlukan sarana material untuk dapat menangkap pikiran yang ghaib itu. Kalau tidak mungkin dapat memahami pikiran atau isyarat. Isyarat adalah perkataan yang dipadatkan, karena itu ia adalah perkataan juga. Jadi pikiran dan perkataan adalah identik tidak berbeda satu sama laindan bukan tambahan bagi masing-masingnya. Pikiran adalah perkataan dan perkataan adalah pikiran. Angan-angan khayalan, pikiran yang berkecamuk dalam dada dan kepala kitatidak lain adalah bisikan kata yang amat lembut. Kata-kata yang mewakili pikiran ini bukan sekedar coretan pena yang dituliskan atau suara gaduh yang diucapkan, tetapi merupakan susunan kata yang mewakili maksud tertentu yang lengkap. Susunan kata yang memuat pemikiran disebut proposisi.
Pengetahuan kita tidak lain adalah proposisi-proposisi. dalam aktivitas berpikir kita selalu membanding, menganalisis serta menghubungkan proposisi yang satu dengan lainnya. Dengan demikian penyelidikan mantiq dalam mencari kebenaran dalam pemikiran selalu berurusan dengan struktur dan relasi proposisi.

B.     Pembagian logika

Logika dapat disistematisasikan menjadi beberapa golongan, tergantung dari mana kita meninjaunya.
1.      Dilihat dari segi kualitasnya
Logika dapat dibedakan menjadi logika Naturalis yaitu kecakapan berlogika berdasarkan kemampuan akal bawaan manusia. Akal manusia yang normal dapat bekerja secara spontan sesuai hukum-hukum logika dasar. Bagaimanapun rendahnya intelegensi seseorang ia dapat membedakan bahwa sesuatu itu adalah berbeda dengan sesuatu yang lain, dan bahwa dua kenyataan yang bertentangan tidaklah sama. Kemampuan berlogika naturalis pada tiap-tiap orang berbeda-beda tergantung dari tingkatan pengetahuannya. Kita dapati para ahli pidato, politikus dan mereka yang terbiasa bertukar pikiran dapat mengutarakan jalan pemikiran dengan logis, meskipun barangkali mereka belum pernah membuka buku Logika sekalipun. Tetapi dalam menghadapi masalah yang rumit dan dalam berpikir, manusia banyak dipengaruhi oleh kecenderungan pribadi disamping bahwa pengetahuan manusia terbatas mengakibatkan tidak mungkin terhindar dari kesalahan. Untuk mengatasi kenyataan yang tidak dapat ditanggulangi oleh logika naturalis, manusia menyusun hukum-hukum, patokan-patokan, rumus-rumus berpikir lurus. Logika ini disebut logika Astifisialis atau logika Ilmiah yang bertugas membantu logika naturalis. Logika ini memperhalus, mempertajam serta menunjukkan jalan pemikiran agar akal dapat bekerja lebih teliti, efisien, mudah dan aman.
2.      Dilihat dari metodenya
Logika tradisional adalah logika Aristoteles, dan logika daripada Logikus yang lebih kemudian, tetapi masih mengikuti sistem Logika Aristoteles. Para logikus sesudah Arisoteles tidak membuat perubahan atau pencipta sistem baru dalam logikakecuali hanya membuat komentar yang menjadikan Logika Aristoteles lebih elegant dengan sekedar mengadakan perbaikan-perbaikan dan membuang hal-hal yang tidak penting dari Logika Aristoteles. Logika Modern tumbuh dan dimulai pada abad  XIII. Mulai abad ini ditemukan sistem baru, metode baru yang berlainan dengan sistem Logika Aristoteles. Saatnya dimulai sejak Raymundus Lullus menemukan metode baru Logika yang disebut Ars magna.
3.      Dilihat dari objeknya dikenal sebagai logika Formal dan Logika Material.
Pemikiran yang benar dapat dibedakan menjadi dua bentuk yang berbeda secara radikal yakni cara berpikir dari khusus ke umum. Cara pertama disebut berpikir deduktif dipergunakan dalam logika formal yangmempelajari dasar-dasar persesuaian (tidak adanya pertentangan) dalam pemikiran dengan menggunakan hukum-hukum, rumus-rumus, patokan-patokan berpikir benar. Cara berpikir induktif dipergunakan dalam logika material, yang mempelajari dasar-dasar persesuaian pikiran dengan kenyataan. Ia menilai hasil hasil pekerjaan logika Formal dengan menguji benar tidaknya dengan kenyataan empiris. Cabang logika formal disebut juga Logika minor, Logika material, dan Logika Mayor.

C.   Manfaat logika

Keseluruhan informasi keilmuan merupakan suatu sistem yang bersifat logis, karena itu science tidak mungkin melepaskan kepentingannya terhadap logika. Manfaat logika diantaranya:
  1. Membantu setiap orang yang mempelajari logika untuk berpikir secara rasional, kritis, lurus, tetap, tertib, metodis dan koheren.
  2. Meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat, dan objektif.
  3. Menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir secara tajam dan mandiri.
  4. Memaksa dan mendorong orang untuk berpikir sendiri dengan menggunakan asas-asas sistematis
  5. Meningkatkan cinta akan kebenaran dan menghindari kesalahan-kesalahan berpkir, kekeliruan serta kesesatan.
  6. Mampu melakukan analisis terhadap suatu kejadian.
  7. Terhindar dari klenik , gugon-tuhon ( bahasa Jawa )
  8. Apabila sudah mampu berpikir rasional,kritis ,lurus,metodis dan analitis sebagaimana tersebut pada butir pertama maka akan meningkatkan citra diri seseorang.
Logika membantu berpikir lurus, efisien, tepat dan teratur untuk mendapatkan kebenaran dan menghindari kekeliruan. Dalam segala aktivitas berpikir dan bertindak, manusia mendasarkan diri atas prinsip ini. Logika menyampaikan kepada berpikir benar, lepas dari berbagai prasangka emosi dan keyakinan seseorang; karena itu ia mendidik manusia bersikap objektif tegas dan berani, suatu sikap yang dibutuhkan dalam segala suasana dan tempat.

Induksi - Deduksi


DEDUKSI DAN INDUKSI

A.    INDUKSI
Induksi adalah cara mempelajari sesuatu yang bertolak dari hal-hal atau peristiwa khusus untuk menentukan hukum yang umum (Kamus Umum Bahasa Indonesia, hal 444 W.J.S.Poerwadarminta. Balai Pustaka 2006)
Induksi merupakan cara berpikir dimana ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual. Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum (filsafat ilmu.hal 48 Jujun.S.Suriasumantri Pustaka Sinar Harapan. 2005)
Berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Hukum yang disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti. Generalisasi adalah bentuk dari metode berpikir induktif. (www.id.wikipedia.com)
Berdasarkan definisi di atas induksi adalah cara berfikir untuk menarik kesimpulan yang bersifat umum dari kasus-kasus yang bersifat individual. Penalaran ini dimulai dari kenyataan-kenyataan yang bersifat khusus dan terbatas diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum. Seperti:
Kucing membutuhkan makanan
Sapi membutuhkan makanan
Gajah  membutuhkan makanan
Manusia membutuhkan makanan
Jadi, semua makhluk hidup membutuhkan makanan
Cara penilaian ini mempunyai dua keuntungan. Pertama, kita dapat berpikir secara ekonomis. Meskipun eksperimen kita terbatas pada beberapa kasus individual, kita bisa mendapatkan pengetahuan yang lebih umum tidak sekedar kasus yang menjadi dasar pemikiran kita. Untuk mendapatkan pengetahuan bahwa: semua makhluk hidup membutuhkan makanan, kita tidak usah membuat penyelidikan terhadap setiap makhluk hidup, tetapi cukup sebagian daripadanya. Kedua, penyataan yang dihasilkan melalui cara berpikir induksi tadi memungkinkan proses penalaran selanjutnya, baik secara induktif maupun secara deduktif. Secara induktif kita dapat menyimpulkan pernyataan tadi kepada pernyataan yang lebih umum lagi. Melanjutkan contoh tadi dari pernyataan yang lebih umum lagi. Melanjutkan contoh tadi dari pernyataan “semua makhluk hidup membutuhkan makanan”, dapat ditarik kesimpulan bahwa semua semua makhluk hidup membutuhkan makanan.
Coba perhatikan, bagaimana kita dapat menyimpulkan bahwa semua benda akan jatuh jika dilepaskan dari ketinggian tertentu? Pertama, kita ambil botol lalu melepaskannya. Botol tersebut jatuh. Kemudian kita melakukan hal yang sama dengan pensil, sandal, batu, kelereng, topi, dan apel. Ternyata semuanya juga jatuh. Dari berbagai percobaan ini, kita dapat menyimpulkan bahwa “semua benda akan jatuh jika dilepaskan dari ketinggian tertentu”. Apakah dapat dipastikan bahwa benda-benda lain pasti akan jatuh jika dilepaskan pada ketinggian tertentu? Tidak. Kita hanya dapat mengatakan bahwa kemungkinan besar benda tersebut akan jatuh juga. Demikianlah cara kita mengenal hukum-hukum alam pada kegiatan sehari-hari, yaitu dengan cara induksi. Hal ini sesuai dengan sifat induksi yang spekulatif.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata 'spekulasi' dapat berarti : 'suatu hal yang masih dalam perkiraan ... ', bisa juga 'belum dapat dipastikan kebenarannya ... '. Spekulatif adalah dugaan bersifat sementara,yang kemungkinan akan berubah lagi sesuai perkembangaan..
Dari sejumlah eksperimen yang sudah dilakukan tersebut di atas, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa semua benda akan jatuh jika dilepaskan dari ketinggian tertentu. Kita hanya dapat meyakini bahwa hipotesis tersebut kemungkinan besar sesuai dengan hasil pengamatan pada eksperimen di waktu mendatang.
Dengan penggunaan metode induksi sebagai dasar pola berpikir saintifik, berarti masih terdapat kemungkinan bahwa seluruh pengetahuan pada sains adalah salah! Kalau begitu, apakah yang kita pelajari saat ini adalah kesia-siaan belaka? Tentu tidak. Memang benar bahwa kita tidak dapat memastikan bahwa suatu teori/hipotesis itu benar, namun kita dapat memastikan bahwa teori/hipotesis itu belum salah. Ini adalah landasan berpikir saintifik. Selama masih belum ditemukan kesalahan teori tersebut, maka teori tersebut akan selalu dianggap benar.

B.     DEDUKSI
Latar belakang adanya Penalaran deduktif dikembangkan oleh Aristoteles, Thales, Pythagoras, dan para filsuf Yunani lainnya dari Periode Klasik (600-300 SM.). Aristoteles, misalnya, menceritakan bagaimana Thales menggunakan kecakapannya untuk mendeduksikan bahwa musim panen zaitun pada musim berikutnya akan sangat berlimpah. Karena itu ia membeli semua alat penggiling zaitun dan memperoleh keuntungan besar ketika panen zaitun yang melimpah itu benar-benar terjadi.  Penalaran deduktif tergantung pada premisnya. Artinya, premis yang salah mungkin akan membawa kita kepada hasil yang salah, dan premis yang tidak tepat juga akan menghasilkan kesimpulan yang tidak tepat.
Deduksi berasal dari bahasa Inggris deduction yang berarti penarikan kesimpulan dari keadaan-keadaan yang umum, menemukan yang khusus dari yang umum, lawannya induksi (Kamus Umum Bahasa Indonesia hal 273 W.J.S.Poerwadarminta. Balai Pustaka 2006)
Deduksi adalah cara berpikir dimana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola berpikir yang dinamakan silogismus. Silogismus disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. (Filsafat Ilmu.hal 48-49 Jujun.S.Suriasumantri Pustaka Sinar Harapan. 2005)
Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus. (www.id.wikipedia.com).
Jadi, deduksi adalah kegiatan berpikir merupakan kebalikan dari penalaran induksi. Deduksi adalah cara berpikir dari pernyataan yang bersifat umum, menuju kesimpulan yang bersifat khusus penalaran yang membangun atau mengevaluasi argumen deduktif. Argumen dinyatakan deduktif jika kebenaran dari kesimpulan ditarik atau merupakan konsekuensi logis dari premis-premisnya. Argumen deduktif dinyatakan valid atau tidak valid, bukan benar atau salah. Sebuah argumen deduktif dinyatakan valid jika dan hanya jika kesimpulannya merupakan konsekuensi logis dari premis-premisnya.
Seperti:
Semua makhluk hidup membutuhkan makanan
Badak  adalah makhluk hidup
Jadi badak membutuhkan makanan
Dengan penalaran induktif kita mendapat pengetahuan bahwa semua makhluk hidup membutuhkan makanan. Dengan penalaran deduktif kita mendapat pengetahuan yang terpercaya, bahwa makhluk hidup membutuhkan makanan, meskipun pengetahuan ini kita dapatkan tidak melalui penelitian lebih dahulu. Inilah keuntungan cara berpikir deduktif.
Tabel di bawah ini menunjukkan beberapa ciri utama yang membedakan penalaran induktif dan deduktif.
Deduktif
Induktif
Jika semua premis benar maka kesimpulan pasti benar
Jika premis benar, kesimpulan mungkin benar, tapi tak pasti benar.
Semua informasi atau fakta pada kesimpulan sudah ada, sekurangnya secara implisit, dalam premis.
Kesimpulan memuat informasi yang tak ada, bahkan secara implisit, dalam premis.

Jadi antara penalaran deduktif dan induktif  mempunyai hubungan yang erat. Mula-mula orang menggunakan penalaran induktif untuk mendapatkan penyataan yang bersifat umum. Pernyataan umum ini menjadi dasar pemikiran induktif. Dengan deduksi kita dapat mengetahui pengetahuan baru yang dicakup oleh pernyataan induktifnya.
Penalaran deduktif memberlakukan prinsip-prinsip umum untuk mencapai kesimpulan-kesimpulan yang spesifik, sementara penalaran induktif menguji informasi yang spesifik, yang mungkin berupa banyak potongan informasi yang spesifik, untuk menarik suatu kesimpulan umum. Dengan memikirakan fenomena bagaimana apel jatuh dan bagaimana planet-planet bergerak, Isaac Newton menyimpulkan teori daya tarik. Pada abad ke-19, Adams dan LeVerrier menerapkan teori Newton (prinsip umum) untuk mendeduksikan keberadaan, massa, posisi, dan orbit Neptunus (kesimpulan-kesimpulan khusus) tentang gangguan (perturbasi) dalam orbit Uranus yang diamati (data spesifik).
Perbedaan dasar di antara keduanya dapat disimpulkan dari dinamika deduktif tengan progresi secara logis dari bukti-bukti umum kepada kebenaran atau kesimpulan yang khusus; sementara dengan induksi, dinamika logisnya justru sebaliknya. Penalaran induktif dimulai dengan pengamatan khusus yang diyakini sebagai model yang menunjukkan suatu kebenaran atau prinsip yang dianggap dapat berlaku secara umum.
Pengetahuan yang benar dapat menggunakan dua metode ini secara cermat dan kritis. Pengembangan pengetahuan semata-mata mengantungkan penalaran induksi akan sangat lambat dan boros. Sebaliknya deduksi meminta jasa induksi dalam menggunakan dasar pemikirannya.